Seorang
karyawan yang terlambat 90 menit datang ke kantor dengan tidak sengaja karena
ada halangan seperti ban bocor, hal ini perlu dimaklumi oleh seorang manajer.
Namun apabila keterlambatan 90 menit oleh karyawan dilakukan sengaja setiap
hari. Karena karyawan tersebut yakin dari kebiasaannya itu, gajinya tak akan
dipotong oleh perusahaan yang menganut “all-in”, dimana hanya ada gaji pokok.
Perilaku ini yang dikhawatirkan orang Human Resource akan menular kepada para
rekannya, yang juga berakibat menggangu produktivitas perusahaan.
Seorang manager
dibuat pusing lantaran di kantornya, ia menemukan video pornografi di dalam
handphone seorang karyawan. Si karyawan
berdalih bahwa hanya menyimpan saja, jadi menurut pelaku hal ini tidak ada
hubungan dengan pekerjaan.
Dua contoh
kasus tersebut, perlu mendapat perhatian serius dari manajemen. Perusahan perlu
untuk menegakkan kedisiplinan terhadap karyawannya. Disiplin dibagi menjadi dua
yakni disiplin preventif dan disiplin korektif. Disiplin preventif untuk
pencegahan agar karyawan disiplin melakukan aturan yang ada dalam perusahaan
sehingga tidak melakukan pelanggaran seperti dua kasus tersebut. Sedangkan
disiplin korektif berupa hukuman, yang diberikan bila karyawan sudah melakukan
pelanggaran supaya karyawan dapat memperbaiki pelanggarannya, menghalangi
karyawan lain melakukan kegiatan serupa, dan menjaga standar kelompok agar
tetap konsisten dan efektif. Untuk pelanggaran yang sudah dilakukan
berulang-ulang, perusahaan melakukan disiplin progresif yakni melalui
tahap-tahap :
1.
Teguran lisan oleh manajer
2.
Teguran tertulis dengan catatan file personalia
3.
Skorsing pekerjaan hingga 3 hari
4.
Skorsing pekerjaan hingga satu minggu
5.
Penurunan jabatan (demosi)
6.
Pemecatan
Solusi
Untuk menangani masalah tersebut yaitu dengan cara :
1.
Posisikan diri pada sudut pandang orang
bermasalah. Kenali persepsinya terhadap
pekerjaannya untuk mengetahui akar masalah, mengapa ia menjadi orang
bermasalah. Setelah akarnya didapat, diskusikan dengannya untuk mengatasi
masalahnya.
2.
Berikan solusi, bukan sekadar kritik. Orang cenderung defensif terhadap kritik, tapi lebih terbuka bila diajak
duduk bersama membicarakan masalah, dan bagaimana solusinya. Bawahan merasa
dimanfaatkan, jika tidak dilibatkan dalam penyelesaian masalahnya. Orang
cenderung destruktif ketimbang kooperatif, jika sekadar dikritik.
3.
Berikan perhatian dan pengertian. Ajak ia berbicara dari hati ke hati, bahwa ia pun bagian dari tim yang
sangat penting bagi keberhasilan secara keseluruhan. Tegaskan kontribusi setiap
orang penting bagi keberhasilan perusahaan.
4.
Berikan apresiasi dan dukungan. Orang bermasalah, terlebih yang tergolong low self esteem, cenderung amat
irasional dan sulit diajak berbicara secara rasional. Untuk itu, atasan atau
koleganya, harus rajin memberi apresiasi jika ia melakukan pekerjaannya dengan
baik. Apresiasi tak harus berupa hadiah, bisa pujian atau sekadar tepukan di
pundaknya. Bisa pula melibatkannya dalam proyek yang sekiranya ia sanggup
menggarapnya. Keberhasilan proyek bisa membangkitkan rasa percaya dirinya.
5.
Orang bermasalah tipe high self esteem, mesti
pula diajak bicara dari hati ke hati. Tipe ini
cenderung memiliki harga diri tinggi, jangan sekali-kali merendahkan egonya
dengan mengatakan bahwa ia tak bisa bekerja sendiri. Berilah kesan bahwa ia
sangat dibutuhkan rekan-rekannya agar bisa mencapai hasil maksimal.
Komentar
Posting Komentar